surat buat sang kekasih
Akhirnya tiba juga ujung dari cerita,
akhirnya tiba juga aku di pelupuk duka,
ternyata aku yang harus pergi,
bukan untuk di kenang,
tapi untuk di sakiti.
Kerelaan hati yang tertancap di pijakan bekas basah tanah ternoda berucap,
meski berat, aku menyeretnya,
langkah - langkah sore yang terjejal di antara mulut gua berlumut penuh kebencian.
Aku tak akan menangis,
pun jua meratap,
lelehan bening - bening saljuku telah mencair sejak siang tadi,
sekembalinya dirimu dari bilik berbatu - batu,
hingga terperdaya aku mengejarnya.
dan akhirnya inilah akhir dari segalanya,
ku memmang harus terlelap sementara. namun ..sayang...aku harus terjaga,
untuk ku lanjutkan perjalanan hidup yang sempat tertunda,
oleh buaian - buaian mimpi sesaat.
Aku tak pernah meragukanmu,
pula tak pernah menyimpan bibit - bibit benci di semai - semai hatiku,
aku ikhlas menjalani mimpi ini bersamamu,
tapi sayang,
aku harus terbangun,
aku harus merenda lagi jaring - jaring benang sutra takdir
yg pernah kuceritakan tempo hari kepadamu
Aku harus pergi
sebab gunaku telah purna,
dan wajibku telah musnah,
tak akan kuberikan lagi hati ini untuk kau singgahi,
tak akan kuberikan lagi tangan ini untuk kau genggami,
dan tak akan ku berikan kecupan ini di keningmu.
Maafkan aku sayang
aku tak bermaksud begitu,
namun jalan di antara kelokan bukit itu,
telah mencabangkan kita, disini kita berpisah.
Aku tak ingin di kenang ataupun di riwayatkan,
sebab aku hanyalah teman, dikala sepi menderamu,
aku hanyalah lentera, di kala gulita menghitamkan jalanmu,
aku tak pantas untuk kau puja,
aku hanyalah sepenggal kisah,
yang akan pergi di antara bahagiamu, dan hadir di antara sedihmu, ..