myspace

Friday, November 30, 2007

saat aku bersamamu ( jawablah dengan bisu 2)

saat kau bersamaku
bintang serasa runtuh
kelam buyar beringsut menjauh
suram duka tertinggal jauh

saat kau bersamaku
nyanyi nyanyi sumbang terlantun merdu
percik gemericik air mengalir syahdu
gelombang gelombang busa menguap rapuh

saat kau bersamaku
putih hijau berangsur membiru
luka nanah membaur rindu
dan soka loka swarga menjelma nyata

saat aku bersamamu
apakah senandungku menyentuh hatimu ?
getar nadi jerat asmara mengoyak sendirimu ?
atau kau melaluinya dengan biasa ?

jawablah dengan bisu.

Friday, November 09, 2007

labirin senja

berkelok menuruni senja
di tepian hitam pualam sunyi

siluetmu membayang
siluetmu menerjang
disetiap keping hati sunyi penuh dengki

kurebah, meresahkan sejuk yang menyelam
kucumbu, lentik dawai senar ucap bahasa
kurengkuh, hembus angin beraroma bunga
kuhirup, segumpal duka yang terselip jingga

dicakrawala kusunyi menggema suara
meneriakkan sejuta nama berlumut hasut
tertarik untuk hanyut untuk kemudian larut

ditepis bayangmu kutepis
dihela bayangmu kuhela
di buai bayangmu kubuai
menjaring semu di ujung kuku
mencengkram erat biduk lapukku

Jenuh

kutepis
kau nyata
ku semu
kau bayang

hadir dalam jenuh
singgah dalam desah

sendu mencibir bulat sunyi menggeliat manja
rona rona kelam tersirat panjang gemintang

aku malu, aku mau
aku rindu, aku jemu

resah mata memerah bara
perpagut indah dalam jilat jilat kasa
seperti jejak fana dalam kelambu masa
merengkuh mimpi membuai asa

Jawablah Dengan Bisu

tak bisakah barang sejenak kau berhenti?
meluangkan waktumu untuk mencari tahu
apa yang sebenarnya terjadi

tak bisakah kau baca ?
gemetar bibirku kala berpagut mesra dengan ucapmu
gemelatuk nafasku kala terburu oleh waktu

tak terdengarkah olehmu ?
gemulai jantungku yang berdegub kaku
saat mata penamu tajam menyentuhku

dan tak terlihatkan olehmu ?
lembar lembar baitku yang selalu berkisah tentangmu

aku selalu berandai
dimana kau selalu kuhadirkan sebagai bayang bayangnya

aku selalu mengharap
dimana kau yang selalu kujadikan pelabuhnya

dan aku selalu menunggu
dimana kau yang selalu kujadikan mimpinya

atau nyata ini hanya semu ?
ataukah semu ini belum nyata ?
semu dan nyata seperti apa yang kau pinta ?

apakah leburnya siluet langit dalam laut yang kau pinta ?
atau teduhnya mendung dalam teriknya tanah yang kau mau ?

jawablah dengan bisu
pun jua semua akan menjadi tanya.

cerita palsu

sejukmu menjamah
merona sirna dihening malam
hangatmu menyelimuti
setiap gigil gemelatuk gigi

aku diam bukan tak larut
aku sunyi bukan tak turut

sentuhmu menjalar...
kian menggamang ....
sunyi terkekang.....
aku memudar.

gaduh aku mau gaduh
decit jendela menderak langit
meniup genta, menjerit perih
hingga putih tergusur letih

lesu hidupku lesu
sanding bayang. Bayang yang semu
di antara tumpukan sampah. Sampah nafsu
mengorek cerita...

Cerita palsu.

Friday, October 26, 2007

kepada wanitaku

berputar putar bundar menggeliat nakal
lentik matamu merayuku, menggoda nakalku

tapi bisu..?

disudut kau tersenyum membisu
ditepi kau berbisik membisu
dilingkaran kau berteriak membisu
menggeliat dalam bisu

membuatku jengah berkeringat dalam peluh
dalam kerling kerling tarian bintang di kepala

dibibirmu selalu aku tunggu seucap makna
tentang rindu terpendam kita
tentang cinta terpendam kita
tentang segalanya yang seharusnya terungkap pasrah

mengapa kau biarkan aku terhanyut dalam lamun?
mengangankan kepalsuan yang tak bisa kurengkuh

tak bisakah kau jujurkan segala kata ?
hingga lurus membentuk sebait cerita
tentang kita,itu saja

Sepi gadis....

sepi gadis....

tanpa riuh recau tawa renyahmu
tanpa basah bulir keringat asinmu
tanpa desah nafsu buru nafasmu
tanpa belai lentik bibir manismu

sepi gadis....

kukarungi ngilu didada dengan resah
kucumbui bulan hingga berdarah
sekedar pelepas sunyi yang terus menghantui
selepas kau pergi, berlari, terjatuh dan mati

sepi gadis....

laguku hampa, syairku tak bermakna
seperti rindu tapi tak merindu
layaknya mencinta tapi tak dicinta
laksana meminta tapi tak dipinta

sepi gadis....

memimpimu dalam terjagaku
membuatku terhapus dari waktu
menjengukmu dalam bayanganku
menyudutkanku di sisi kelam
membias malam di tabur jelaga hitam

sepi gadis....

disini aku selalu menunggu
sampai sepi benar benar menjadi sepi

U

aku masih malu
mencoret pena dalam lukisanku

aku masih ragu
menuliskan hati pada lembar kertasku

aku masih lugu
untuk sekedar memahami ada apa denganmu

aku terlampau bisu
untuk mengungkap rahasia dalam bibirku

tapi aku mau kamu tahu
bahwa dasar pasir di batinku
telah menunggumu
berpuluh tahun yang lalu

tak ada ini atau pun itu
yang ada hanya aku dan kamu.

Wednesday, October 24, 2007

Inilah puisiku (2)

tabir tabir turunlah
hujan hujan berderailah
mimpi mimpi terpujilah
naungi gigil dan menghangatlah

tepi tepi menyudut
sepi sepi beringsut
kerakar tawa terhanyut
tergelak dalam hisap hisap asap

kuasa kuasa tertawa
jelata jelata berduka
membusuk dalam dengki
terkubur dalam liang tak bercelah

aku aku sendiri
dia dia berlari dan sembunyi
membawa beribu kutukan dan cacian
meregang nyawa dalam kepalsuan

mereka lupa dengan wajah
mereka hina akan nama
seperti niat yang tak terniati
layaknya ingin yang tak teringini

aku aku kembali
menulis tulis sedikit puisi
untung mengingat bukan di kenang
bahwa negeri ini masih terhias dalam nisan

Seperti Kemarin

seperti kemarin

langit mendung hujan turun
angin menghembus daun gugur

hari kelam diburu waktu
menyambut datangnya badai
menjerit, berderit dan mendecit

seperti kemarin

hitam memekat disandang langit yang sekarat
dipayungi bulan pucat di ufuk barat
seperti tak ada ceria bersuka ria
memaku bait terlantun pilu

seperti kemarin

aku termangu terpekur dalam lamun
menghirup debu, dalam desah resah
berpikir dalam janggal keganjilan
di lorong sesak penuh ketakutan

mengapa musim berjalan pincang ?
mengapa bencana yang selalu menghibur ?
dan mengapa hidup seperti tak ada harapan ?

mengapa?

masih seperti kemarin....

manusia belum lelah dan datang untuk bertaubat

gadisku

gadisku

masihkah kau menungguku?
pejantan muda terlahap usia
dimana manik manik abu memenuhi kepala
retak retak pecah menggurat wajah

gadisku

apakah jenuh telah membunuhmu?
menyingkirkanmu dari terangnya surga ?
menyingkap ketelanjanganmu dari norma ?

apakah desir telah berpikir ?
atau cibir terlampau kikir?

gadisku

jejakmu terlalu jauh
aku tak lagi bisa mengejarmu
kau terlalu lugu untuk rindu
membuat ku bersalah jika mendekapmu

gadisku

petik penggal kata telah berakhir
berucaplah lirih di kupingku
bahwa kau pergi bukan untuk aku
tapi untuk cinta yang mungkin telah kau tunggu

Tuesday, September 18, 2007

Inilah puisi ku

parau berseru
lari lingkari dan mati
berisik berbisik
kayuh batang dan berteduh

santun bersabda
pijak tanah dengan bijak
berlumpur di temaram umur
bersenda di bulatnya duka

doa terbait di bilangan pusara
memandang picing pada mata
hati panas berpendar senyap
membias musnah tak hilang padam

campur adukku membuah bala'
gaduh paruhku berpeluh
aku bingung, tak linglung
aku hapus, tak nyata

ini nyawa tulisanku
ku coret dengan ragu
membentuk kata di setiap hitamnya
menggurat sedih di setiap maknanya

ini hidup kalimatku
yang ku rangkum dalam sajak penuh cela
dalam tepisan butiran air mata
mengumbar rayuan dan bersumpah

inilah puisiku......

Monday, July 16, 2007

mengapa?

mataku berkaca
keringatku meruah
menuang beberapa daun kering di padang oasis
mataku nanar
hidupku gentar

aku berkaca pada sebuah debu
yang hinggap di kolong nadiku
bertebar tak tentu arah
mengusik sepi di malam jelaga

biruku hancur
nilaku lebur
mencair menenggelamkan sebutir asa
bernuansa jingga di ufuk timur

kutatap hari
ku hinggapi sunyi
hingga berkeping jumlahnya tak terhitung jari

mengapa duniaku semakin busuk
beraroma bangkai di sekujur tubuh

mengapa kehidupannya carut marut
merobek robek kertas sejarah
dan menuanginya dengan cairan darah

mengapa?

Wednesday, June 20, 2007

malam malam ku

kutarik selimut tebal sang hitam,
merendanya dengan siraman kelip sang bintang
juga sinar ceria sang bulan di ujung mega
hingga warna emas dan jelaga berpadu di kelopakku

kurebahkan penat
ku usir pekat,
ku rengkuh nikmat
dan tak ingin mengakhirinya dengan cepat

malamku tak pernah berganti
selalu menjadi akhir dari penantian kantukku
selalu menjadi pelabuhan hampa mimpiku tentang mu
selalu menjadi tempat hayalku untuk menyandingmu

malamku selalu hitam
kelam berarak menuju siang
malamku selalu biru
dimana di sana tercampur warna cinta dan perasaan rindu

aku lelah
aku mau muntah

merasakan galau yang kian menyiksa
dimana asa seperti selalu menjauh
bertepi di antara ujung ujung waktu

saat ini aku mau malamku
agar aku bisa segera bertemu denganmu
mengecup bibirmu dan memeluk ragamu
di alam mimpi ciptaanku

Thursday, May 31, 2007

hujan....

menyusuri jalan setapak becek penuh lobang
sehabis hujan mengguyur basah ke keringan alam

aku termangu pada sebentuk pelangi
yang semburat di terpa embun titik di pucuk dedaunan

begitu indah dengan siluet jingga di sisi awan yang menghitam
mendung tak lagi menggelayut
rintik tak lagi menetes
guntur tak lagi terbatuk

senyap sepi, iringi jejak baruku
aku melihat
di pohon air menempel
di daun air menempel
di rumput air menempel
di tanah air menggenang

harum tanah basah
harum rumput basah
harum daun basah
harum bumi yang basah
menyeruak begitu saja masuk kesetiap sendi penat

kupejam mata
ku hirup
ku hembus perlahan
seolah berat mengusir peristiwa ini dalam angan

di surga ini aku rentangkan tangan
di surga ini aku memejam rindu
tak ingin larut begitu dalam
tapi aku ingin menikmatinya
hingga tetes tetes terakhir menghujam

Monday, May 21, 2007

Berita dari sahabat

kabut tipis bertepi diantara hati
menyerupai lentera berapi api di pinggiran kolam berlumut
memerah padam di terpa gelombang hati bersalju
melambai meniup di goyang kan sukma

setelah sekian lama terhenti
jejak itu mulai muncul
nyata menjelma menapak di kelokan kelokan jalan berbatu
bersiluet jingga kabur oleh pandangan mata

terlalu hanyut jika hadirmu dalam sepi menjerit histeris
memadamkan rindu yang seolah telah mati membeku

pandangan sayu larut matamu membuyarkan lamunan
hidup dalam damai diantara deretan pohon – pohon oak tua
menempel erat di antara dinding – dinding bercat putih keabu – abuan
menyeretnya untuk kemudian di buang dengan campah

aku telah lama membisu
melamun di angkasa raya
termenung dalam mimpi
dan termimpi dalam tidur

tak ada makna dalam berita tua
hanya semburat bergaris garis , berbaris di sela jiwa
berpetak, petak bentuknya, berjajar di antara sulam
dan kalau pun menjelma, itu bukan biasnya

Anakku…

Kutimang dalam damai
Kukecup kening mungilnya, dalam balutan senyum yang lucu

Tumbuh lah pintar anakku..
Bawa ayahmu menjejak masa dengan indah di sampingmu
Gandeng ibumu untuk turut serta dalam masa ceriamu

Tumbuhlah cantik anakku
Tebar senyum dan cintamu demi sebutir bahagia
Gerai panjang legam rambutmu untuk melindungi sang papa
Tepuk mesra tangan mu menyentuh setiap jengkal kering di jagat ini

Tumbuhlah bijak anak ku
Rangkul segala nista di genggamanmu, hembuskan dengan kasih
Cium setiap kening benci untuk kemudian tinggal kan bekas cinta di sana
Rindui setiap kata yg membuatmu tertunduk dalam sedih
Maknai setiap ucap dengan putihnya hati

Ayahmu
Ibumu
Selalu ada diantara setiap aliran darah dalam tubuhmu
Untuk melindungimu
Menghiburmu
Dan juga membimbingmu
Hingga langkah tak lagi tertatih diantara kaki mungilmu

Desah sedih berita tua

Desah basah angin menuju pulau
Melambai meniup beberapa halai bulu
Kepak sayap sang nuri mejengkal siang
Di deret lantunan lentik jemari senar dawai

Hati yang tersentuh , sontak melambung
Berbunga berwana warni, menghias dinding - dinding sunyi
Di keraton penuh singgasana jingga
Berpucuk pucuk, hijau tumbuh menyertai hari
Menyambut bersorak dengan riang
Hingga tabir mega tersingkap memudar
Mencair salju di ujung himalaya
Mengering basah pasir sahara

Tak ada haus di kerontangnya kerongkongan
Tak ada peluh berbasah di jerat jerat pori
Hanya parua tersekat di lantunnya jerit
Hanya jerit tersedak di antara derit
Menghiba menghujat, dalam sedih
Menoleh dalam kerumunan lalat
Yang hinggap diantara kemiskinan negeri
Yang memborok mendarah daging.

Tuesday, May 08, 2007

surat buat sang kekasih

Akhirnya tiba juga ujung dari cerita,
akhirnya tiba juga aku di pelupuk duka,
ternyata aku yang harus pergi,
bukan untuk di kenang,
tapi untuk di sakiti.

Kerelaan hati yang tertancap di pijakan bekas basah tanah ternoda berucap,
meski berat, aku menyeretnya,
langkah - langkah sore yang terjejal di antara mulut gua berlumut penuh kebencian.

Aku tak akan menangis,
pun jua meratap,
lelehan bening - bening saljuku telah mencair sejak siang tadi,
sekembalinya dirimu dari bilik berbatu - batu,
hingga terperdaya aku mengejarnya.

dan akhirnya inilah akhir dari segalanya,
ku memmang harus terlelap sementara. namun ..sayang...aku harus terjaga,
untuk ku lanjutkan perjalanan hidup yang sempat tertunda,
oleh buaian - buaian mimpi sesaat.

Aku tak pernah meragukanmu,
pula tak pernah menyimpan bibit - bibit benci di semai - semai hatiku,
aku ikhlas menjalani mimpi ini bersamamu,
tapi sayang,
aku harus terbangun,
aku harus merenda lagi jaring - jaring benang sutra takdir
yg pernah kuceritakan tempo hari kepadamu

Aku harus pergi
sebab gunaku telah purna,
dan wajibku telah musnah,
tak akan kuberikan lagi hati ini untuk kau singgahi,
tak akan kuberikan lagi tangan ini untuk kau genggami,
dan tak akan ku berikan kecupan ini di keningmu.

Maafkan aku sayang
aku tak bermaksud begitu,
namun jalan di antara kelokan bukit itu,
telah mencabangkan kita, disini kita berpisah.

Aku tak ingin di kenang ataupun di riwayatkan,
sebab aku hanyalah teman, dikala sepi menderamu,
aku hanyalah lentera, di kala gulita menghitamkan jalanmu,
aku tak pantas untuk kau puja,
aku hanyalah sepenggal kisah,
yang akan pergi di antara bahagiamu, dan hadir di antara sedihmu, ..

angan nyata dalam maya

dalam merenda aku tersulam
dalam merangkai aku tercerna
berbukit jauhnya dan bersamudra luasnya
menapak sedikit demi sedikit lantunan jiwa
berkelakar dengan duka hilang bermusnah

aku berlalu terhapus di hanyutnya rasa
seolah ingin datang dengan seribu kawanan lebah
menderu memburu bernafaskan jingga
hingga batas ujung cakrawala

unguku telah membiru
menguap dalam di terpa angin senja
berharap dalam harap
dan berserah dalam keinginan

dalam dudukku aku melamun
dalam mimpiku aku terlelap
dibuai kelam meronta buaian asmara
di dekap rindu dan di kenang oleh masa

Hanya Itu...

putih, bersemi diantara duri
hitam mengambang diantara karang
bertabur seribu pesta di taman surga
berpundi pundi di sebar keseluruh raga

bayangan melayang ringan menembus masa
memancar cahya seindah pelangi menghunjam bumi
seperti khilaf yang sengaja di buat di kotak kotak kaca
kala jatuh berderai memenuhi tanah

suaranya bergemerincing
memekak indra, sehingga belaiannya tak mampu tersentuh
hanya jejak kalbu saja yag terserak
tak ada api tak ada liat, tak ada tungku tak ada asap

desahan angin meniup lilin
desiran sukma menepi bibir
mengecup beberapa mawar
dan mengulum tangkai tangkai basahnya

hanya itu
hanya itu
tak ada yang lebih
tak ada yang di lebihkan

hanya itu

Friday, April 27, 2007

?

aku hacur
melebur meleleh di semai bunga
tak ada tutur lagi
tak ada ucap
hanya desah nafas tak beraturan

Thursday, April 26, 2007

aku dan birahiku

tapi aku belum siap
menjerit kering seru di sekat kerongkongan
menghentak- hentak keinginan untuk berbuat
mengumbar nafsu mengembara di kelokan - kelokan bukit

tapi aku belum siap
menjejalimu setiap waktu dengan senyuman
mengelabuimu setiap saat dengan alunan merdu tawa lepasku
menggodamu untuk bersandar dalam celah birahiku

tapi aku belum siap
mengelus dadamu
mencium jenjang lehermu
meremas lentik bulu matamu

biarkan dulu aku sendiri
menggembala nafsu yang terasa liar membakar diri
nanti saat cangkir2 kosong telah tertuang penuh madu
kala gelas gelas berserakan di lantai batu

datanglah lagi kepadaku
akan kubuatkan kau sebentuk lilin panjang di altar pemujaan
menjamu mu dengan sebidang bahu yang kekar
memberimu pelukan hangat selayaknya seorang perkasa

datanglah lagi di lain hari
sebab sekarang bukanlah waktu yang tepat
sebab sekarang aku sedang sekarat
di rayu nafsu yang semakin mengikat..

mencumbu bayangan

terlalu jauh aku bersandar di pundakmu
merenda hari penuh jendela dalam kaca
terserak berbagai ragam,
hingga tak mampu di eja

luapan itu telah terhanyut
menyisakan sebutir embun yang membeku
menggigil, menggemelatukkan gigi sunyi
di tabur malam tak berbintang

halus dan lembut akhirnya
kuberanikan mengecup senyuman yg mengambang itu
merona dan merekah di sela isak
seketika harum nafasmu menyentuh lidahku

hmmm... aku menikmatinya
kala bayangan itu menyentuh siluetku di balik pintu
semu namun indah
hayal tapi nyaman..

Tuesday, April 17, 2007

kau terdiam dalam bisu

berucaplah dengan lirih kekasih
bisikkan itu di telingaku
cerita lara yang selama ini engkau pikul
desahan duka yang selama ini engkau hela

aku merindukan senyum mu
lesung pipi yang senantiasa melindungiku dari cemburu
cibiran bibir yang membuatku bernafsu untuk mengecupmu
dengusan dengusan harum nafasmu
juga gelayut mesra tangan mu di pundakku
kerling nakalmu juga hitam rambutmu

kenapa kau membisu ?
kenapa kau terdiam ?
terjaga dalam kegamangan alam
tersentuh dengan gelisah di sudut sudut malam

wahai kekasih ku
yang mendiami kesepian hatiku
yang menerangi gelap gulitaku
berpendar cahya di sela matamu
membias pelangi pelangi sang bidadari

berucaplah
berkatalah sejujur hati ini mengungkap rindu kepadamu
apa yang terjadi?
kenapa kau banyak diam terbisu
tak adakah kicau kicau sang nuri menggugah hatimu
tak sudikah ungu, jingga, dan biru menjilat kelopakmu

berucaplah sayang
aku mau kau melagu
melantun sebuah nada
agar mimpi di malamku nanti bergulir dengan indah

patahan bening air mataku

setelah tenggelam dalam beberapa cangkir kata - kata
aku tersedak dengan bait yang ada di dalamnya
tak ada haru yang ku ungkap
tak ada air mata yang ku teteskan

aku terdiam menatap kosong beberapa cangkir
yang penuh dengan kalimat sunyi
kalimat kalimat yang kucoret di atas kertas buram
yang tak lagi terbaca
setelah sekian lama membeku di dalam hati

andai kan ku bisa menangis
kan kutangisi gemetarnya tanganku
kan ku isaki kerutan kerutan nanar di wajahku
ku ratapi helai demi helai ubanku

dan aku tak segan memberaikan
seluruh airmata yang tersimpan di kelopak mataku
hingga kering
hingga kering
hingga tak ada lagi tereja kata tangis di sana

biarlah

sedih ini cukup mematahkan bening bening air mataku
bukan kehidupan fana ku
bukan pula jiwa abadiku

Monday, April 16, 2007

berikan kepadaku

beri aku madu !
biar pahit ini terusir dengan ramah
tak lagi menyekat kerongkonganku dengan kering
dan meludahkannya dengan mudah

beri aku air !
agar dahagaku terampuni
mengisi bejana bejana dengan warna biru dan ungu
untuk ku simpan di kemudian hari

pernah terpikir olehmu ?
tertidur di dalam tungku membara dengan nyenyaknya?
memimpikan keindahan surga yang tak terjamah ?
mengigaukan dingin yang menjalar sukma ?

pernahkan kau membayangkan ?
merebahkan penat diantara rerumputan gersang ?
di iringi tiupan seruling penggembala siang ?
menari dengan senyum yang tak pernah terkembang ?

sedikit renungkan untuk kemudian di ejakan
tak harus dangan kata kata bijak
ataupun siraman siraman sejuk
cukup lakukan dan patuhi

terlalu lama terdiam membuatmu bisu
tarlalu lama mengasing membuatmu malu

aku tak butuh bujukmu dalam endapan
yang hanya merenda angan untuk kemudian termuntahkan
aku tak butuh rayuanmu dalam hayalan
yang akhirnya menguap begitu saja terserap oleh kelam

cukuplah bijak yang berucap
memberi beberapa petuah dan sumpah
yang tersulam dengan indah di mata
menjadikannya butiran lembut hangat berbening bening

cukuplah hati yang bergumam
dan biarkan bibir ini saling berpagutan
tak peduli sampai berapa lama ia melakukan
sekedar menikmatinya...dan jangan di kalimatkan

Pagi ini

pagi.....pagi yang indah,
sisakan butir embun bekas dengkuran malam
sayukan mata bintang,
memicing tajam diantara awan

pagi......pagi yang suram
mendung menghadang segera hujan kan di jelang
mengguyur basah dunia terang
menbanjiri setiap kegersangan dalam dalam

pagi......pagi yang kelam
tak ada kata tak bermaksud berucap
terdiam dalam kebisuan
menyendiri dalam kesenyapan

terkatung di sekitar jemari
menyembunyikan sebutir janji yang terselip begitu bersinar
berpendar dengan irama terlantun begitu indah
santun yang tersumpah, tereja dengan bibir
petuah yang terucap berlagu dengan merdu

meski masih pagi, tak ada kehidupan tersisa dalam lelap
meski begitu suram, tak satu selimut pun yang belum tersingkap
meski begitu kelam, bias surya masih terekam
hangat, dingin, beku, membara, bercampur aduk menyambut sang pagi

Tuesday, April 10, 2007

Pembual dengan tipuan palsunya

aku mencurinya!

saat gerhana bulan memancar dengan garang
sebuah kelopak dari tembaga dengan hiasan bunga di bibirnya
tapi aku tak pernah menyimpannya, aku selalu membuangnya begitu saja
karena aku hanya seorang penjahat kecil berkedok dewa

aku menipunya!

agar aku segera bisa beranjak berlalu dari kursi reot itu
tak kan ku tinggal kan sepatah kata untuk di kenangnya
tidak juga sebuah kecupan lembut di kening
aku mau itu berlalu dengan kejam, hingga senyum pahit yang terpancar pecah berderai kelantai
biarkan berderak dengan menggema
biarkan berkarat dengan luka yang dalam

aku senang melakukannya, mempermainkan kata untuk sekedar melambungkannya
bukan untuk di nikmati, tapi untuk di khianati
bukan untuk di hayati, tapi untuk di sakiti

ini sebuah kisah tentang lara yang tak ber ujung di tengah keramaian dan ke gundahan sebuah nada
nyanyikan saja dengan sumbang, agar semua menutup telinga
teriakkan dengan parau, agar tersekat semua ucap di tenggorokannya

tak pernah ku ucap sebuah kalimat dengan begitu dahsyatnya, dimana di balik semua itu
ternyata aku hanya membualkannya, hanya mengangankannya
sebab hatiku tahu..bahwa aku takkan rela meninggalkannya di antara gelap,
sebab naluriku berkata, bahwa cinta yang kucoba padamkan ternyata masih menyala dengan kobar yang membara

sebab aku tahu....bahwa jeritan batin ini masih berucap nama indah mu..

Monday, April 09, 2007

Cerita sedih

tak ada semilir angin yang berhembus
tak ada senyum yang merona di bibir
tak ada lantunan kata bijak terucap
tak ada ke hampaan terisi oleh kekosongan

semua hilir mudik begitu saja
berjalan mondar mandir mengitari masa
membenam waktu untuk segera pergi

kesenyapan menggigil diantara semak belukar, bersiul pelan dengan gaduh
mengundang beberapa malam sepi untuk berdendang tentang keramahan yang terukur oleh caci
candanya terkikis pilu, sepi berteman hening
mengukir air mata untuk menetes dengan deras diantara celah pipi

tak ada istimewa yang terangkum di antara baitnya
hanya senandung luka yang mencakar setiap kerak di pori
ini tak terulang untuk menjadi yang ke dua pun juga yang pertama
namun urutannya sudah pasti bahwa kesekian kalinya pun tak akan menjadi yang terakhir

begitu setianya dia dengan luka
begitu setianya dia dengan nista

di ombang ambingkan perasaan yang menghancur lantakkan setiap helai perasaan di jiwa
tangisnya tak semerdu dulu, meski kini teriringi dengan beberapa isakan saja

namun nyata bahwa hidupnya tak pernah di terangi lentera kelam
dia selalu berteman dengan nurani,
dengan kalbu,
dengan sukma,
dan dengan beberapa helai hati,
yang tak segan - segan ia tawarkan sebagai pengganti tumbal kebahagiaan yang ia miliki

mengapa ceritanya selalu sedih
mengapa ceritanya selalu menangis
hingga pergi, tak seorang pun datang untuk mengacuhkan nya.

kepergiannya kini mengundang tanya
telah purnakah pengabdiannya terhadap cinta selama ini ?
atau dia hanya sekedar menggembalakan rindunya yang liar agar tetep memeluknya ?
atau sudah terlalu rentakah dirinya untuk menjejakkan kaki di jagat fana ini ?


tak ada jawab
sampai benar - benar dia kembali

Monday, April 02, 2007

Aku ( ibarat) sang penguasa

gaduh dan ribut
aku tak bisa mendengar

gaduh dan ribut
membuat emosiku meradang

gaduh dan ribut
seperti puluhan meter antrian orang

gaduh dan ribut
tak ada yang mau menyerah

kenapa mesti ribut
kenapa harus gaduh
saat gilirannya nanti semua akan di panggil
saat waktunya tiba semua bakal berangkat

jadi ng usah ribut ngurusin perut
ng usah gaduh dan berhenti teriak aduh....

jujur aku sudah muak dengan keributan dan kegaduhan ini...

diam sajalah........ng usah banyak protes

Thursday, March 29, 2007

kepada yang terhormat bijaksana

datanglah wahai bijaksana
bergemuruh dalam jiwa
agar aku bisa bersahaja
mempelajari tentang cinta

datanglah wahai bijaksana
ajari aku merindu, dengan asmara yang kupunya
jejali aku dengan pilu agar jiwa bisa bersedih

datanglah wahai bijaksana
sebelum uban memenuhi kepalaku
sebelum usia melampaui kerutan wajahku
sebelum nafas tersekat di kerongkonganku

datanglah wahai bijaksana
bimbing aku menuju jalan terangmu
melewati celah berbukit dengan gembira
melalui rintangan berkubang di antara duri

datanglah wahai bijaksana
hampiri
gandeng
dan peluk aku di antara kekarnya lengan kelammu

Friday, March 23, 2007

Cemburu....?

Layaknya pungguk, aku terdampar di penghujung masa dengan segudang harapan yang tak pernah terwujud,
terlalu setia aku menunggu janji yang kau hembus,
terlalu takut aku meninggalkan semu yang kau tawarkan,
hati terlalu berbunga untuk bersedih,
terlalu tertawa untuk menangis,

banyak nisan berjajar di sana, menoreh nama – nama buram terhapus masa,
bertabur bunga kesedihan akan sebuah kenangan yang pernah di tinggalkannya,

mereka mati,
bukan oleh nyawa,
bukan oleh raga,
tapi oleh cinta,
cinta semu yang selalu kau tebar ke penjuru jagat,
bukan salahmu jika mereka semua mati dan musnah terhapus tanah
bukan salah mereka yang dengan serta merta menelan semua keinginan yang telah di tawarkan,

tapi salahkan angin yang telah menerbangkannya,
menjadikannya butiran – butiran lembut racun berbisa,
salahkan kabar yang berhembus begitu kencang,
hingga telinga tak mampu membendungnya.
Hingga kepingan – kepingan hati terserak di tanah

Dan akhirnya
Kembali aku tertoreh dengan sedih, menyudut di sisi gelap kehidupan,
Aku terlalu cemburu untuk terbangun
Terlalu mencinta untuk di tipu dan diperdaya

Tapi aku tak ingin mati seperti mereka, bernisan kelam berlumut sepi
Aku mau hidup meski separuh nafas ini terbang bersama kesemuanmu…..

Thursday, March 22, 2007

dingin ?....

dingin...

malam sepi berteman jangkrik di terangi terik sang kunang - kunang
bersandar pada mimpi di siang semu, membentuk sebuah fatamorgana indah
ku coba melukis dan mereka gerangan wajah yang tak pernah ku temui
rona - rona merah jambu di sudut pipi merekah seolah menjamah dan menggelitik ku

dingin...

menggigilku bergemelatuk dengan irama berpacu, menghias di sudut - sudut kamar berwarna legam
tanganku mememeluk hangat dengan lirih, seolah enggan untuk beringsut menjauh dari suasana ini
harap ku menggapai - gapai terang, hingga pagi terpanggil dan hadir tersenyum,

terdiam
hatiku terdiam
sukmaku terdiam
nafasku terdiam
denyutku terdiam

aku menjalar dengan angkuh, tak ingin ter usir dingin
aku merangkak dengan pongah, memburu cepat langkah sang surya

dingin...

membekukan tulang - tulang di seluruh raga
membuyarkan keinginan embun yang sedari tadi ingin bergulir
meruntuh kan pecahan - pecahan gelas di meja makan
membuyarkan serpihan - serpihan angan di antara ingin

dingin...
dingin...
dingin..

aku membuyar terhapus dan terserap di dasarnya..hingga berkerak dan kering

Aku ?

Aku waktu, yang menggelayut mesra diantara masa
Aku diri, yang bermanja di sapu mendung jingga
Aku pualam, putih bersinar menyilau mata, di sekujur badan
Aku terhapus, terjejak di jengkal pilu setiap insan

Bermakna tak berarti, berarti tak bertafsir, merenda hanya sekedar penghibur, di kala gundah bermain di dinding, denting senar gitar yang terpetik di jemari sang seniman, menggugah mau ku, bernafsu dengan memburu, serapah tak terucap, sumpah tak ter eja, membisu dalam damai, bergolak dengan seribu kecupan di bibir,

Membiru dengan kaku
Membeku dengan terbelah, sambil mengusap wajah
Semua terberai dan berderak kala tangan menyentuhnya, dingin.

Aku sepi, berseyam abadi di antara gelisah
Aku benci, mencibir bahagia dengan segumpal nista
Aku rindu, gelitik jiwa di buai semu
Aku sendu, mengharap dalam puja, sejengkal asa dalam dada

Aku kamu, hadir di setiap ruang dalam jiwa
Aku aku, tak henti merecau berbagai puisi, sekedar penyambung lidah
Agar kiranya kamu sudi singgah melantunkannya dan meresap dengan lara,
untuk kemudian muntah dengan cinta.

Tanya ?

Mencium harum tanah selepas hujan mendera mambuat hati terasa damai,
kurentangkan tangan seraya melantun beribu puja pada segenap keindahan alam,
sedikit demi sedikit kulepas sendi penat yang mendera tulang selepas kerja di hari muda,
jilatan angin lembut menerpa sekujur indra, beraroma embun menyejukkan kalbu,
di iringi denting melentik dawai dari surga.

Di hamparan rumput yang menghijau kurebahkan segenap jiwa,

memejam mata,

bersenyuman dengan mega,

dan mengecup lembut sentuhan hangat sang surya, yang seakan ikut hadir dalam suasana yang kucipta ini, desiran kicau burung nun jauh di atas pucuk cakrawala mengantar aku terlelap sejenak.

di ujung pelupuk mata,
aku melihat sosok mu,
membentuk segaris siluet berwarna jingga,
menoreh tulisan cinta di sebuah batu pualam putih tempat kita biasa bercumbu.

Kau begitu anggunya dengan lekukan tubuh itu
Kau begitu cantik dengan tiara yang bersemayam di ujung rambutmu.

Itu mengapa aku selalu tak berhenti untuk mencintaimu
Itu sebabnya ku selalu hadirkan dirimu di dalam mimpiku

Sesaat sedetik dalam detakan waktu, gerimis kembali menghunjam bumi, menggelitik nikmat di kulit, mambasahi rambut legam ku, membanjiri kalbuku dengan genangan – genangan rindu, aku tersenyum, tanpa sempat tersedak oleh alirannya,

aku berdiri…

Ku tengadahkan tangan
Ku tengadahkan kepala
Ku tengadahkan jiwa

Menyambut dingin yang menyapu hangat, berangsur membiru dan menyudut diantara onggokan temaram,
aku masih tersenyum, mengagumi, ke elokan paras wajah yang masih terpaku di sana, menatap ku dengan senyum. Celoteh yang biasanya kau tebar, kini hanya terganti dengan lambaian tangan,

kasih..

mengapa tiada henti diri ini mengagumimu
mengapa tak bisa kutahan keinginan ini untuk tak selalu menyanjungmu
memapahmu, dan merebahkannya di dalam jantungku,

kasih

telah berpuluh puisi kutulis
beribu bait lantunan lagu ku gumamkan
pun jua dirimu selalu hadir di sana.

Apa yang terjadi sebenarnya ?

Tuesday, March 13, 2007

Dinda......

Dinda….

Terasakah kegetiran dalam jiwamu yg merambat di balik jendela sukmaku
Tergetarkah hati mu mendengar rindu bersenandung pilu di pelupuk mimpiku
Tersentuhkah jiwamu melihatku tergolek lemah di antara pintu waktu

Aku tak yakin……

Kau masih menyimpannya,
sekotak asmara yg pernah kuberikan pada mu sebagai hadiah di usia dewasamu
Setangkai embun yg ku tanam dalam dalam di dasar kalbumu selayaknya penyejuk di kala sepi menderamu
Sebuah cincin bermahkota tiara kerinduan yg pernah kuselipkan jauh ke dalam jemari lentikmu.

Dinda…

Aku mengadu

Bahwa jauh di dalam lubuk laraku, merintih dengan pilu kerinduan akan belai ucapmu
Jauh di dasar hatiku, tersimpan lentera yg kini hampir meredup di terpa angin cemburu

dan
Aku tahu…

Kau hampir merasakannya juga, mencium bau anyir keputus asaan dari roh yg hampir musnah
Hanya mungkin kau belum menyadari…bahwa rasa itu semakin hari semakin membesar, mengecam, mengutuk, dan menyumpah, akan kepahitan yg selama ini ingin dia rasakan

Dinda….

Akhirnya aku bisa sadar
Bahwa kesendirian ini memang harus aku nikmati, sebab nanti, sekarang, ataupun esok, kau pasti pergi,
meninggalkan bekas luka dalam batin yg menggores indah tentang sebuah nama di sana
dan bisa di pastikan itu adalah namamu, nama indahmu, yang tertanam begitu dalam di batas hatiku….tak terganti, ataupun tergeser sedikitpun

Ini Kisahku ( RE-MAKE)

Kuhirup mesra harum desah nafasmu yg memburu menggelayut di balik awan yg berarak menuju bukit.
Ku hiraukan sejenak lantunan kata yg tergetar di sela bibir merekahmu,
merdu menyentuh sukama ku, sejuk menyelimuti jiwa laraku,
ku nikmati dan benar2 benar kuhayati arti dari sebuah kehadiran mu dalam hayalku,
tak sirna dalam sekejap bayangan indah itu, meski di sana berdiri dengan pongahnya sang temaram yg membayang di setiap jejakan kaki langkahmu,
tak jemu dan tak bosan ku tatap mata beningmu dimana bias telaga tujuh warna kulihat disana,
tak henti ku belai hitam legam uraian rambut panjangmu,
ku acuhkan setiap iri mata yg menatap kosong diantara rerumputan perdu,
memandang cemburu seraya bergumam sinis,

ini cerita kita,

dimana di akhirnya nanti ku ingin merasa bahagia,
meski itu hampa,
meski itu mimpi,
aku ingin di setiap helaan nafas ku,
di setiap tapakan jejak langkahku,
di setiap derit pintu hatiku,
ada kamu di sana
berdiri anggun menatap sayu kearahku,
membuka tangan lebar seakan ingin memelukku,

ini kisahku,

dan aku mau,,hanya kau dan aku yg ada di sana,
melewati hari demi hari dengan canda,
mejalani hidup dengan tawa,
sampai nanti
sampai tua dan putih rambut menuai di ujung kepala…
karena ini kisahku kisah di antara kita

Surat untuk yang terkasih

Rinduku takkan terhenti..berbaur dengan senyum merona di bibir,
menyatu dalam angan bermahkota cinta..
di tabur gemerlap bintang bercahya indah di sela mimpi,

aku selalu menunggumu di sudut biru hati yang kini tlah kaku membeku membias asa tentang arti dari sebuah pertemuan semu...

hadirmu di mimpi..tak pernah tergantikan dengan hal indah apapun di dunia ini, seolah nyata menjelma menyentuh kalbu yg tlah lama kosong di isi ke hampaan pilu

rasa itu mungkin sirna...namun bekasnya tlah menoreh dalam-dalam di setiap jengkal kulitku,,menyatu dalam lairan darah,,merasuki jantung dan meracuni ego...

aku tau di setiap helaan kata yg terucap...mengandung banyak arti kata asmara yg menghunjam hatiku untuk tak pernah berhenti berharap tentang cinta yang tlah kau berikan padaku

Selayaknya......kekasihku .

jarak mungkin telah membentangkan angan dan menyempitkan keinginan,namun semu yang bersemayam di balik rencana telah membuka semua tabir tentang dua hati yg tak bisa di pisah..

sejauh apapun kita melangkah,
seindah apapun rencana yg tertulis,
pun jua semua takkan menyatukan kita dalam sebuah ikatan,

hati terlalu jujur untuk berbohong,
terlalu lemah untuk di sakiti,
dan terlalu perkasa untuk di tentang...

semua mengalir mengikuti arus..
yang akhirnya musnah tersangkut di jemari do'a,

semua berjalan sesuai takdir, di mana siang selalu menemani malam,
di mana matahari selalu menemani bulan..
begitu indah hingga tak satupun sajak merdu dari swargaloka mampu mengukirnya dalam alunan kata..

namun pernahkan mereka bertemu ?
pernahkah mereka bersatu ?....

tapi semua tahu..

bahwa bulan tak bisa hidup tanpa matahari, dan siang tak akan menjadi indah jika tak di temani taburan bintang sang malam.....

dan aku...
meski tak mungkin memiliki mu...namun hati ini selalu setia menemanimu...layaknya bulan dan matahari, ataupun siang dan malam...

Dua Dunia ku

bisik gemericik daun di hela sang malam membangunkan tidur nyenyak ku. aku terhimpit dalam dua dunia, dimana salah satunya menjanjikanku akan kedamaian, di mana yng lain menjanjikan aku kebahagiaan, aku terlalu lelap di buai oleh keduanya, hingga tak sadar lantunan bait - bait sang malam telah melampauiku, aku begitu berkelana di dalamnya, hingga tak sadar bahwa waktu telah beranjak senja, mentari telah terbaring di antara kisi cakrawala.

bisu...
sunyi..
senyap..

tak ada yng mengaduh bahkan mengeluh, semua ikut terlelap di buai timangan mesra sang bintang, tapi aku malah terjaga, tersungkur, terjerembab dalam kubangan nista yng menyeru di sekujur alam, aku ternoda, aku tercampak di antara luapan degup detak sang masa,

ku tengadahkan kepala memicing dahi, menyamarkan kilauan putih cahya ungu di balik mega, kutatap lekat dan penuh makna arti dari tebaran bulu elang yang menyelusup indah masuk kedalam relung batin berjelaga ini, aku terhampar laksana benih bertabur di sekitar telaga, ku biarkan sejenak dua dunia menyeruak masuk dalam alam fikirku,

kunikmati
kuresapi
setiap jengkal usapan halus jemari lentiknya, setiap hembus helaan parunya , setiap dengus memburu harum nafasnya....

kucium,
kerungkuh
ku peluk

dan kemudian dengan perlahan aku mengusirnya, dengan lembut dan tatapan mesra.

bukan apa ? , tapi karena aku telah terjaga, aku terbangun, untuk hidup dan menghirup nyata di depan mata

Monday, February 12, 2007

Aku...Sepi...Rindu...dan Cinta

jiwa ini mengerak di dasar kelam......membatasinya dengan lembaran2 biru tangisan malam, bernyanyi melantunkan nada2 sumbang senandung alam,

aku...

hilir mudik mengitari masa, di sela gemeretak dentang lonceng waktu, yang mengajak tertawa lepas, meraih beban cinta yg ada, menggumpalkan deritan rindu di dada membuyarkan sepi di dalam sukma

aku...

rona merah di wajahmu kala ingin, menatap malu, butiran hati yg bersemayam di relung sepi, mencampakkan nya di antara deretan do' a yg terlantun merdu di gendang indra

sepi...

hanya mengoyak rasa yg pernah singgah dan menggelitik kalbu lara yg tak henti bersujud dan menyembah, di resapi dengan kilau putih cahaya asa dan menelusup indah di balik jendela hati.

rindu.....

lantunan merdu kata yg tak henti terucap di antara onggokan perdu liar bermahkota semu, berharap namun tak ingin, dan tak ingin dalam berharap, merapal merecau beribu bait puisi membeberkannya ke segenap jiwa yg tersandung asmara.

cinta...

manis dalam ucap, indah dalam mimpi, elok dalam resapan, membekukan endapan bening benci, menggulirkan tetesan iri, mencairkan kehangatan, terlahir untuk tak terlihat, terlihat untuk di rasa...dan di rasa untuk di puja

tak ada kata, tak ada ucap, hanya gumam diam dalam damai, bersanding di antara hati dan jiwa, aku bergumul dalam sepi, memeluk rindu dalam selimut cinta...

Tuesday, January 30, 2007

Ini Kisahku


lama aku menunggumu...
diantara deretan pintu waktu,

ku tunggu datangmu di kala sendiri menyentuh jiwaku
lama.......

bahkan jam yg tergantung di dinding mengejekku dengan ribuan kata caci
bahkan detiknya mengundang sabarku untuk musnah dan menghilang
dan...

di sela jendela jaman aku selalu mengintip jalanan sepi bertabur asa
berharap disana kau berdiri tegak, melambaikan tangan kepadaku
berjalan pelan menghampiriku, membawakanku sekuntum bunga harapan
berkata dengan merdu " aku datang sayang, aku lah cintamu, akulah rindumu "

namun sampai semua pintu itu tertutup, tak jua ku lihat bayangan indahmu disana
jauh tatapan mataku menembus kelokan bayangan di sela pohon rindang
masih kusimpan setitik asa di relung jiwa,

bahwa kau akan hadir
cinta yg selama ini aku damba
rasa yang selama ini aku rindu

salah, jika kutergesa masuk kesalah satu pintunya ?
bodoh, jika ku terburu buru dan tergesa atas ketakutan ketakutan yang menyerang syaraf maluku
duh...

andai pintu itu, tak pernah bergandengan dengan waktu
andai jendela itu bisa menipuku dengan menggambar siluet rona merah pipimu

mungkin aku masih bersabar untuk sekedar menunggu kedatanganmu
mungkin aku masih disini, di balik salah satu pintu bertulis namamu
bercanda dengan bayanganmu.....bercinta dengan mimpimu

sekarang.....

aku disini, mengintip jendela
masih berharap bahwa kau ada di seberang sana
melambaikan tangan, tersenyum padaku
meski hanya sebatas itu...tak lebih
karena semua pintu itu telah terkunci oleh waktu

tapi aku bahagia...
bahwa akhirnya engkau datang juga....
kau tepati janjimu untuk datang meski tak menghampiriku.

Duniaku


Ini dunia penuh warna, bertabur permata di hias intan
tak sedikit yg terpikat, dan banyak yang di rayu
dunia gemerlap bertebar butiran bintang berkelip
tak hanya di batas malam, tapi juga di senja mentari tenggelam

daun yang tumbuh bernyanyi, embun yg menempel berlagu
bunga yang mekar tak pernah layu
pohon yang tumbuh menaungi segalanya
tak ada yg sepi
tak ada yg menyendiri
tak ada yg tak berguna
semua bersuka, dan semua bercita

dunia ini kucipta dengan hati, kuhias dengan perasaan, dan ku warnai dengan cinta
tak ada kata sedih di sini,

lihat saja langit yg kutebar penuh dengan burung putih bersenda bercengkrama di batas cakrawala
awan yang ku tiup berwarna warni, menyebar bau harum melati
matahari yang ku terbitkan, berwarna putih tak menyilaukan, dan tak pernah menyengat jiwa
bulan yang ku gantung selalu bernyanyi dengan senyum senda yg menyejukkan kalbu

ini duniaku...

dunia yg kucipta untuk dinikmati
dunia yg kucipta untuk di hayati

tak ada benci
tak ada sedih
tak ada amarah
tak ada iri
semua rasa nafsu dan emosi aku kikis disini

berharap makhluk yang mendiaminya damai dengan ceria
semua bercinta, semua merindu semua melagu

ini duniaku....
dunia mayaku

Friday, January 26, 2007

Cerita Ku

Separuh nafasku terbang berkelana
menembus batas biru langit cakrawala,
kepakan - kepakan beranda di batas waktu,
menggulirkan beberapa intan lembayung.

rasa sepi yang menggelayut rentang usia
tlah membuatku berkarat dengan penuh keindahan
mengapa kubiarkan jiwa ini berserakan ?
di gulung butiran cinta yang mematikan,

tak sedikitpun risau tergambar jelas di sana,
hanya goresan - goresan pena,
membentuk belahan - belahan jiwa,
selebihnya buram tak terbaca,

tak teraba hitam,
tak terpeka

langkah gontai sang penyair mengalihkan beberapa lembar daun tuk bersaksi,
betapa sakitnya pilu yang menyelam di dasar takut,
dia tak pernah mengerti bahwa,
apalah arti sebuah desahan yang jika di jabarkan akan membentangkan beberapa rahasia yang tak mesti terungkap,
walau dengan kerlingan kelip kunang - kunang,

tak sepasang telingapun yang boleh mendengar,
tak sesosok mata pun yang mampu melihat,
karena semua buta, tuli,
di dera perasaan bersalah,
menghiba bumi untuk segera di ampuni

Thursday, January 25, 2007

Cerita Cici



Entah berapa kali purnama dia berdiri disana,

sendiri ………

menatap sendu butir - butir embun yg melekat erat di daun perindu,
batin yg selama ini hanya terisi ruang hampa menjerit pilu,
kelopak – kelopak matanya yg indah bulat bersinar,
berkaca dan melelehkan bening lembut tetesan air hangat penyejuk sukma

ada sesuatu yg mengganjal jiwanya
ada sebuah kisah yg terangkum dalam bab – bab loka swarga warna, menyebutkan namanya,
memanggilnya untuk hadir di sisi rindu dalam hangatnya cinta

dia tak pernah tahu bahwa rona merah cahya bulan menaungi hidupnya
dia tak sadar bahwa seekor kupu – kupu menebarkan sayap untuk melindunginya
dan dia tak melihat bahwa di sampingnya berjajar rangkaian bunga, sebagai selimut di malam dinginnya

dia selalu mengadu pada bunga
dia selalu bercerita pada dinding putih bersulam retak jelaga
dia selalu berbisik di telinga malam, menggumamkan kata puja dan puji
berharap waktu mengirimkan pesannya ke bulan, untuk kemudian di tebar dengan indah dan penuh warna ke jagat raya

apa yg terjadi sebenarnya ?
bukankah hidup telah di gariskan oleh belahan telapak tangan ?
di lukis langit, di warnai awan ?
dan di tulis di balik helaian helaian rambut ?

lalu apa yg di risukannya ?

apakah pujangga telah berbohong padanya ?
dengan menulis sajak yg terlalu indah , hingga dia terhanyut di dalamnya
ataukah pemuja telah mengingkarinya ?
datang hanya untuk menikmati harumnya lalu tercampakkan begitu saja

duh….Gusti

gerangan apa yg telah Kau tanamkan dalam dirinya
butiran apa yg Kau tebar didalam kelopak matanya
hingga dia harus terpedihkan hingga kini
hingga dia menangis dalam bisu,
tak ada isak yg terbaca
tak ada embun mata yg terlihat……

Wednesday, January 24, 2007

Cerita Bulan

bulan itu mengantung sendiri menatap dua manusia
bercinta di bawah payung jingga

duduk berpelukan, mengacuhkan sang bulan yg menatap dengan pandangan cemburu
begitu acuhnya mereka hingga tak sadar bahwa bulan menangis....

titik titik air matanya meleleh jatuh di daun menjadi embun
menggumpal di awan dan jatuh menjadi gerimis


mengapa dia selalu merasa sendiri..ditengah taburan bintang yg berkelip indah
mengapa dia merasa sepi..dalam naungan hangatnya matahari pagi
wajah pucatnya hanya sebagai pemuas dahaga para pujangga cinta
sejuk sinarnya hanya di pakai untuk selimut malam yg menggantung di langit

tak ada yg menginginkannya
tak ada yg berusaha meraihnya
tak ada yg mengharapnya

selamanya dia akan sendiri
selamanya dia akan sepi

di gelayuti awan dingin yang mencercanya dengan tiupan angin sedih
sedih...sedih..sedih..dan sedih hanya itu jeritan batinnya


bulan oh bulan....
sepi dalam keramaian
merindu dalam dekapan
sedih dalam canda dan tawa

tapi dia masih bisa bahagia, dengan memancarkan cahya emasnya
menaungi jagat raya dengan tebaran senyum hangatnya


hanya aku
hanya aku
yang mau peduli

sebab kita sama....
merindu
bersedih

dan menyepi.....dalam damai

cerita sepi


Sepi yg ku puja akhirnya mengingkari,
menyingkir kesisi gelap yg paling hitam
kelamnya tak membekas,
bahkan warna yg di simpan tersingkir menjauh
dan, dua dalam satu warna telah berakhir pedih,
tanpa menyisakan tawa ataupun senda

mungkinkah harus tercampak kedasar jurang yang paling dalam ?
atau haruskah terasing di balik derak jandela bertabur debu ?

mungkin tak satu jawaban yg dapat ter eja
tak satu pertanyaan yg mampu ter sumpah

sementara rekatan rekatan erat jaring benang di sela jiwa,
memudar dengan indah
membias di sebelah utara cakrawala memburatkan cahya nadi,
ini bukan yg terakhir, bahkan mungkin takkan jadi yg ke dua
semua harus berderet berjajar kebelakang
membentuk siluet2 sedih membuyar angan

tapaknya menjejak membekas di pasir pasir putih
seolah bertanda, akan di temukannya bahagia di suatu saat nanti
tapi entah kapan itu masih misteri
jelaganya belum terbersihkan, tanahnya masih basah lengket menggenggam erat

duh..para pemuja sepi yg malang melintang di dunia sedih
tampaklah nyata oleh biru di balik lembaran - lembarannya
agar tiada ragu dalam keragu - raguannya
agar tegap derap langkahnya
agar pongah sombong dalam jiwanya
dan agar tangis yg dia bawa reda tersapu oleh saputan puas

hanya itu...

Friday, January 19, 2007

Pagi yang hilang


Pagi ku hilang
Pagi ku melayang
terbang bersama angin sore, terhempas badai senja
kubuka jendela hati, seraya menatap semesta bertabur benih dan embun pagi
menghirup sesaknya nafas yg menggelayut di nurani
batin kecilku menjerit puas, kala kulihat pagi berubah kelam
tak ada lagi kicau burung, yg ada desahan dan erangan wajah sedih

pagiku hilang
pagiku melayang
tak ada harapan yg bisa ku ucap, hanya sedikit pinta sudi kiranya kau tampar jiwaku sekali lagi

seketika ku bersimpuh, merapat tangan dalam genggaman dada, aku menangis
dalam isak aku bertanya, sekeji ini dunia memalingkan muka padaku
senista ini ragaku tak di terima dalam genggaman nafsunya
separah inikah derita yg musti aku tanggung.

duh pepatah yg menaungi jagat sastra
loka apa lagi yg musti aku coret
puisi seperti apa lagi yang musti aku tulis

tanganku kaku menatap kosong semburat merahnya
mataku biru memicingkan sinar pedihnya

pagiku hilang
pagiku melayang
kesepian yg menyelusup di relung batin membuat aku terjaga sepanjang malam menatap bintang berharap dia sembuh dari luka, dan kembali menari kecil bersamaku

sedih
pedih
luka
nanah

kubawa sembunyi...............

Wanita itu

seorang wanita datang menghampiriku
di kala senja datang menggelayuti awan,
membawa kan ku bejana berisi madu kepiluan,
senyumnya tak terkembang, tak pula menguncup,
hanya tatapan sayunya yang menancapkan sebilah salju kedalam jantung paruku, membuat dinding – dinding putih menggigil,
membekukan kata yang ingin berucap,

memenggal kepanikan,
mengukir keterasingan diantara semak – semak perdu pelindung malam,
aku kembali terjatuh dalam kubang kebimbangan,

bukan untuk memilih,
bukan pula untuk dipilih,

sementara lantunan lantunan kata terucap,
aku seketika diam membisu dalam gelas berisi bisa racun pemuas dahaga,
aku tak membiarkan diri ini terjaga,
tak membiarkan diri beranjak,
aku puaskan diriku dalam genangan genangan kelam berwarna abu,
aku menikmatinya sekejap hingga rona merah derit jendela membuyarkan semua mimpiku,

kenapa aku gila,
kenapa aku tak waras,
kenapa aku……aaaah

wanita itu segera beranjak untuk menghilang,
membawa sisa cinta yang telah ia tawarkan,
membawa rindu yang tak pernah bisa aku menimangnya
dan membawa hati yang telah aku sakiti…..

Dia datang untuk pergi

Air matanya kembali menetes,
membasah mencairkan pipi,
membuyarkan penat, mengundang rindu,
siapakah gerangan dirinya ?,
yang mengusik air telaga keruh menjadi binar,
menyisihkan dan menyingkirkan derita di sela sendu,
mengapa tiba – tiba ia menangis ?,
mengapa seketika ia bersedih ?,
menemaramkan butiran cahya, bermega mega,
Yang mengekerut alis, di kenang dahi,

pertanda apa ?.

akan kah sang berita tlah mengaburkan derita yang bersemayam dalam hatinya.
Atau………. telah tumbuh benih semu dalam cinta yang ia terima
Atau kah ? ah masih terlalu banyak jeruji – jeruji karat berlapis misteri
Yang telah mengurungnya

Yang tak ingin ia ungkap dan tak ingin terungkap
Ia hanya bisa mengasing di antara duri duri kerinduan
Ia hanya bersenda dengan sepi yang menggelayuti nadinya
Harapanya satu, menemukan kembali sisa cinta yang telah ia terima
Menyatukan kembali kepingan – kepingan asa
Untuk kemudian ia lekatkan dalam - dalam,

Membingkainya
untuk kemudian di kenang,
Untuk sekarang, nanti dan masa mendatang

Thursday, January 18, 2007

Amarahku 2

mataku memerah darah bercampur jelaga duka
wajahku kuning merona membiru baja
hatiku panas membara mencabik asa

amarahku kembali
amarahku kembali

dua kali dalam sekali aku terpuruk dalam raga emosi
menjejalkannya dalam - dalam kerelung batin jiwa sepi
itu tak membuat aku surut dalam menerjang
apalah arti hidup dalam kelopak fana

menambah luka dalam dada
ini yg kesekian kali
ini bukan yg terakhir kali
dan ini akan jadi yang terhebat dalam kurun waktu yg hampir tak bersamaan

aku bangga memeliharanya dalam diriku
membiarkannya kaku dan membatu
hingga tak seorangpun di dunia ini mampu
membujuk dan merayu

aku kesakitan dalam dalam
tak ingin melangkah pun jua berjalan
aku terlalu perih
hingga aku tak mampu merintih

jangan kau jejalkan itu lagi ke padaku
aku terlalu muak untuk melampaui waktu
terlalu naif untuk mengharapkan sesuatu

amarahku mereda
amarahku mereda

aku bimbang
aku bingung

apa lagi kini
siapa lagi kini

diriku ini ?

Wednesday, January 17, 2007

Aku menggigil sepi

Kesepian itu datang menyelusup kedalam relung bathin terdalam,
menyerukan kata henti tak putus dalam harapan,
aku terbujur dalam diam,

kaku
dingin
membisu

hangat itu pergi
hangat itu sirna
hangat itu musnah

kesendirian ini membawa bahtera berlabuh pada kekosongan,
terdampar di sela curamnya batu batu karang,

aku kesakitana
ku mengeranga
ku mengeluh
aku merintih

tak ada yg bisa kugapai,
kuraih, kupegang, hanya sekedar menyelamatkan setitik nyawa yg berhembus dalam paruku....

kesendirian ini membuat aku rapuh.
kesendirian ini membuat ku lemah.

ada apa ini ?

Tuesday, January 16, 2007

Amarahku

dia menguji aku dengan tusukan sembilu
dia menguji aku dengan tatapan dingin
dia mengujiku dengan senyum hambar

seribu serapah tersumpah
seribu caci ter maki

pun tak gentar jua aku menghadapinya
aku meradang dan menerjang dengan sisa tenaga

aku marah dalam sedih
aku marah dalam bahagia
aku marah dalam suka


tapi aku tak mau beranjak
aku masih ingin di sini
menikmati sore meski sendiri
menikmati sekitar meski sekitar mengacuhkanku

aku masih mau disini
mendudukinya sampai aku puas
sampai tak ada lagi sisa busa di kursi ini
sampai kursi ini renta dan patah


aku masih mempertahankannya
dengan darah maupun jiwa
dengan nyawa maupun roh

ingat itu

Tak bisakah.............

tak bisakah.........

Gelitik hatiku menjelma nyata dan menopang dagu
kenapa aku begitu bodoh dengan menyertakan perasaan ke dalam semu
padahal tak se titik asa yg bakal aku temui di sana
hanya menambah deretan luka panjang yang menggores sukma

tak bisakah..........

kegundahan ini melawan sepi di malam penuh mimpi
bertabur bintang yang berkelip menggoda birahi
aku mengaburkan diri dengan senda
berharap sang bahagia sudi singgah dan menggumili ku di senja pagi

sementara harapku mengembara menembus cakrawala sunyi
batinku tergolek lemah menunggu rindu yg terbang berkelana
membawa sisa cinta yg sedapat mungkin bisa aku raih
meski berakhir semu, aku terlalu takut untuk menolaknya

ini yg kudapat
ini yg ku peroleh

luka hati yg semakin mengaga, melelehkan butiran - butiran darah
menembus jantung, melesak kedalam dada, tanpa bisa kau mencegah

kenapa cerita ini selalu sedih
kenapa cerita ini selalu menangis
tak bisakah kau buat aku tertawa
dengan sisa nafas yg aku punya

ku ingin menyandingmu, meski hanya sekejap kedipan mata

itu saja

tak bisakah..............

Monday, January 15, 2007

Akhirnya

Ketakutanku berujung

bunga itu layu
bunga itu pergi
bunga itu hilang

menjejalinya dengan sedikit demi sedikit kesedihan
berakhir dengan hadirnya sebuah prahara,
menerpaku dengan terjangan seribu tombak bermata trisula

sepi kini datang menyulam hatiku
menghiasinya dengan lantunan - lantunan gumaman rindu
gundah telah hadir menancapkan ribuan sembilu
menapakinya dengan jejakan - jejakan semu....

selamat jalan sayang....tangisku untukmu
kejar impian mu.......meski disini ku selalu mengharapmu
temukan arjunamu......andaikan itu aku
raih dia.......semampu tangan meraih asa dan mimpi
dan kasihi dengan sepenuh raga mengenggam asa

biarkan aku di sini.....
menjalani semua sepi di balik tembok retak dinding putih
biarkan aku mati....
menggigil dalam sepi berujung mimpi
biarkan aku kaku....
membiru dalam dekapan pilu
biarkan aku bisu......
membekap hati untuk tak lagi mencintai semu

aku sendiri...dan sendiri...

Kenapa ?

Hati ini ku bawa lari,
hati ini kubawa berjalan,
hati ini kubawa merangkak,
menebarkan sejuta kebusukan,
memburamkan segala cinta,

aku tak berdiri di antara kaki kaki kokoh sang waktu,
aku mengangkangi angkara,
menebarkannya keseluruh penjuru kebencian....
berharap akan datangnya sebuah kedengkian yg amat menyedihkan...

Aku terserak di antara sampah perasaaan yg di tebar oleh jiwa pemuja dendam,
sekeping pun tak kutemui sebuah rasa yg membuat hatiku tenang,
untuk melalui segala rasa dengki dalam hati ini...

aku tenggelam, tertanam dalam napsu,
aku menjelma menjadi sebuah kebencian yg menusuk jantung kelam dalam fana...

itu aku itu aku...
datang tersakiti..
pergi dengan tangis darah meleleh di sela jemari...

cari aku di sela sembunyi,
temukan aku dengan segala benci,

tak ada ma'af terucap...
tak ada cinta tersumpah....
aku kembali sendiri menimati kelamnya malam berlapis jelaga....

pergi!!!!! dan pergi !!!! jangan lagi datang di sela bahagia yg telah menghunjam kesepian ku.....

aku kembali sendiri
aku kembali sendiri
aku kembali sendiri
aku kembali sendiri terasing dan tersudut

Aku JAtuh Cinta

aku datang dengan hati.....
sebesar cemara di pagi hari,
seteguh gunung menjunjung langit....
ku biarkan me- liar, ku biarkan mem binal,

senyum tersungging kala tanya malampauiku...
yg seharusnya bukan milikmu tapi milikku...
menjalaninya dengan pasrah tanpa berharap sesuatu apa...
membiarkannya tanpa ingin mencegah...
desahan nafas selalu mendera, tangis manis selalu terberai....
keindahan itu telah kunikmati..
dan selalu ingin ku nikmati...
jangan pernah terhenti untuk mencintai dan di cintai...
sebab aku pun akan berlaku yang sama......
selalu berharap dan selalu mengharap hadirmu esok
bersama datangnya sinar hangat sang mentari...

Sombong Itu.........

manusia tak sempurna...
mengangkang membelakangi dunia...
beringsut menjamah jiwa,
tapakan jejak tangan kaki menjengkal diri di setiap butiran pasir kelabu,
hatinya gundah menatap kosong,
asanya terhenti di tepi jurang,
ada sebuah jiwa hampa disana,
menghampiri kala sepi mencumbuinyad

dua purnama sudah dia hitung dengan guratan garis tangan,
rasa itu bersemayam dalam di relung batinnya,

tak berangsur menjauh,
tak berlari pergi,
namun menempel erat, penggengam kuat, semakin menjadi dan berapi.

tak ada batasan mau pun ujung,
alirannya tak berakhir.......
entah sampai kapan, bahkan dewa pun tak tau, dan seolah membiarkannya begitu...
dia hanya bisa menjalani....
menjalani dengan derai air tawa dan tetes embun mata.......

Ku Terasing

Secepat itu aku berubah,
hijauku layu,
merahku memudar,
hitamku mengabu,
sendaku sedihku, tawaku tangisku....
perubahan ini cepat, sebuah proses panjang menuju sebuah bahagia,
tak bisa kupungkiri...

semua menyingkir
semua menjauh
semua mengucilkan
semua mengasingkan

ketersudutanku ini membuah benci,
menuai marah, logika tak lagi di pijak,
semua berubah darah...
memerah meradang dan merejam, aku tak peduli lagi,
aku tak henti mengutuknya,
merutuknya,
menyumpahnya dengan sejuta cacian tersaji dalam piring dendam

aku pasrah, menerima senja, hampiri dalam malam pekat bertabur duri,
di beranda aku mengangkang, di teras aku berkacak pinggang..

kenapa aku marah
kenapa aku membenci
kenapa aku menyumpah

siapa yag buat aku marah ?
siapa yg buat aku membenci ?
siapa yang buat aku menyumpah ?...

jawabannya aku sendiri.....

Powered By Blogger