Mencium harum tanah selepas hujan mendera mambuat hati terasa damai,
kurentangkan tangan seraya melantun beribu puja pada segenap keindahan alam,
sedikit demi sedikit kulepas sendi penat yang mendera tulang selepas kerja di hari muda,
jilatan angin lembut menerpa sekujur indra, beraroma embun menyejukkan kalbu,
di iringi denting melentik dawai dari surga.
Di hamparan rumput yang menghijau kurebahkan segenap jiwa,
memejam mata,
bersenyuman dengan mega,
dan mengecup lembut sentuhan hangat sang surya, yang seakan ikut hadir dalam suasana yang kucipta ini, desiran kicau burung nun jauh di atas pucuk cakrawala mengantar aku terlelap sejenak.
di ujung pelupuk mata,
aku melihat sosok mu,
membentuk segaris siluet berwarna jingga,
menoreh tulisan cinta di sebuah batu pualam putih tempat kita biasa bercumbu.
Kau begitu anggunya dengan lekukan tubuh itu
Kau begitu cantik dengan tiara yang bersemayam di ujung rambutmu.
Itu mengapa aku selalu tak berhenti untuk mencintaimu
Itu sebabnya ku selalu hadirkan dirimu di dalam mimpiku
Sesaat sedetik dalam detakan waktu, gerimis kembali menghunjam bumi, menggelitik nikmat di kulit, mambasahi rambut legam ku, membanjiri kalbuku dengan genangan – genangan rindu, aku tersenyum, tanpa sempat tersedak oleh alirannya,
aku berdiri…
Ku tengadahkan tangan
Ku tengadahkan kepala
Ku tengadahkan jiwa
Menyambut dingin yang menyapu hangat, berangsur membiru dan menyudut diantara onggokan temaram,
aku masih tersenyum, mengagumi, ke elokan paras wajah yang masih terpaku di sana, menatap ku dengan senyum. Celoteh yang biasanya kau tebar, kini hanya terganti dengan lambaian tangan,
kasih..
mengapa tiada henti diri ini mengagumimu
mengapa tak bisa kutahan keinginan ini untuk tak selalu menyanjungmu
memapahmu, dan merebahkannya di dalam jantungku,
kasih
telah berpuluh puisi kutulis
beribu bait lantunan lagu ku gumamkan
pun jua dirimu selalu hadir di sana.
Apa yang terjadi sebenarnya ?